Ini Mengagetkanku
Masih teringat jelas betapa cupunya aku saat melakukan
observasi di kelas Pak Ari. Berulang-ulang saat aku bercanda dengan teman
sekampus, mereka pasti membullyku, ada yang bilang itu bukan rasa yang biasa,
ada yang bilang, sekarang kamu jadi semangat kuliah, ada juga yang bilang, kamu
jadi tambah ceria, ahh yang mereka katakan itu, justru membuatku semakin senyum
tak jelas, dan kami semua tertawa. Kala itu, aku, Iza dan Ira sedang menyantap
makan siang di Food Court, aku menceritakan tentang seseorang yang bukan Pak
Ari, lalu Ira memotong ceritaku, “Udah nggak asyik dengerin yang itu, cerita
kelanjutannya sama Pak Ari aja gimana.” Lalu kami bertiga saling memandang dan
tertawa.
Itu cerita kemarin siang, lain lagi dengan malam ini, sepulang
kerja aku lalu masuk ke kamar, sementara Ibu mengikutiku, dan seketika kalimat
ini langsung keluar dari mulutku, “Seru nih, chattingan kami berlanjut loh
Buk.” Dan aku terhenyak mendengar jawaban Ibuku, “Iya, Ibu juga sudah
menduganya, kamu banyak tersenyum sendiri sekarang.” Ibuku menjawab sambil
masuk ke kamarnya, lari kecilku mengejar Ibu dan masuk ke kamar Ibu, lalu aku
menyusul Ibu naik ke tempat tidur, dan aku menceritakan semuanya yang ada di
chat Whatssapp. “Itu serius bilang seperti itu? Kalau serius sih, ga masalah
untuk Ibu.” Tak kujawab pertanyaan Ibu, aku hanya tersenyum sambil
menelungkupkan kepalaku di atas bantal, karena aku tak mau Ibuku melihat rona
pipiku.
Lain lagi cerita pagi ini, kuliah jam pertama masuk 7.30.
bagiku itu sebuah penyiksaan, aku mengaku sangat malas sekali untuk berangkat
kuliah jam-jam padat seperti itu, karena apa, mau berangkat pukul 6.30 maupun
7.00 tepat, kondisi jalan sudah sangat padat. Yang paling menyiksa adalah, asap
knalpot yang nyangkut di baju, itu baunya sampai sore tak akan pernah hilang.
Hal yang paling menyiksa lagi adalah, aku yang pemalas, rasanya terlalu berat
untuk turun dari singgasana tidurku, namun apa daya, aku harus tetap masuk
kelas pagi ini, kelas-kelas terakhir sebelum UAS tiba, menurutku itu akan
sangat merugikan jika terlewatkan. Dan benar ternyata, sesampainya di dalam
kelas, gemuruh riuh tepuk tangan dari beberapa temanku, “Horeee, Ima nggak
telat.” Kamu sadar nggak sih, itu pujian atau tamparan keras, hahaha. Memang
benar, hari-hari biasa aku selalu terlambat masuk kelas, namun kali ini, aku
tidak terlambat masuk kelas, walaupun dosen sudah ada di dalam kelas, menurutku
itu salah dosen yang masuk kelas terlalu pagi, dan benar, aku melihat layar HP
ku, jam belum menunjukkan pukul 7.30.
Kelas pagi ini, santai sekali, dosen hanya memperlihatkan
beberapa video tentang bagaimana, penanganan yang tepat bagi anak dengan
hambatan majemuk, that’s it, ingat Banu murid Pak Ari? Ya, seperti inilah cara
penanganan yang tepat bagi mereka. Dosen sekaligus memberikan feedback tentang
hasil makalah yang kami kumpulkan mengenai observasi individu yang kami
lakukan. Aku duduk di bangku nomor tiga dari depan, cukup leluasa untuk melihat
layar HPku karena aku sudah mulai bosan dengan perkuliahan pagi ini, tak
kusangka whatsapp dari Pak Ari masuk, Pak Ari mengatakan bahwa beliau sedang
perjalanan ke kampus, mengantar Tama untuk konsultasi dengan dosbing skripsi.
‘Benarkah?’ pekikku dalam hati. Sedikit ada rasa kecewa yang muncul ketika Pak
Ari kembali menambahkan bahwa beliau dan Tama hanya bisa sampai jam 9.00 di
kampus, karena masih ada tugas di sekolah yang harus segera diselesaikan.
Ayolah, kelas segera usai saja. Tadi di awal dosen sudah meminta izin, bahwa
kelas akan berakhir lebih awal pada jam 9.00 yang biasanya usai pada 9.10,
namun mengapa sampai 9.00 kelas belum dibubarkan. Ahh tidak, ayolah. Tak berapa
lama dosen berdiri di sampingku, bukan menegurku untuk berhenti memainkan HP ku,
namun melihat layar HP ku dan berkata, “Oh, sudah jam 9.00, kalau gitu sampai
disini saja.” Yes.
Tanpa pikir panjang aku langsung keluar kelas, menuruni anak
tangga menuju lantai 2, maklum kelasku pagi ini ada di lantai 3. Dari lantai 2,
aku bisa melihat kantor jurusan dari atas, jika Pak Ari mengantarkan Tama
bertemu dosbing, itu artinya mereka sedang di kajur. Tetapi, aku sama sekali
tak melihat mereka, yahhh. Mereka sudah pulang, sedih rasanya. Lalu aku memilih
masuk ke kamar mandi saja untuk merapikan jilbabku, dan menipiskan lipstick di
bibirku. Dari kamar mandi, aku berbelok ke kiri, lalu menuju Student Square
lantai 2, untuk membeli camilan. Di kampusku, ada dua Student Square, satu di
lantai 2 dan satu lagi di lantai 3, sering disebut SS lantai 2, atau SS lantai
3, SS sering dipakai mahasiswa untuk kongkow sehabis kuliah, menunggu jadwal
kelas selanjutnya, atau untuk rapat. Aku bertemu dengan Iza dan Ira di SS
lantai 2, aku mengambil camilan yang menarik perhatianku, yup, yogurt, aku suka
sekali dengan makanan yang satu ini. Sambil menahan rasa kecewa karena tidak
bisa melihat Tama dan Pak Ari, aku bercengkrama dengan Ira dan Iza. Aku melihat
kembali layar HP ku, melihat jam berapa sekarang, karena aku ada kelas pukul
9.20, dan yang kulihat ada whatsapp dari Pak Ari.
‘Aku di bawah, di
depan ruang Sidang Skripsi, ada temanku yang ujian ternyata.’
Aku lalu berlari, melihat dari ujung tangga lantai 2, karena
itu bisa langsung melihat ke ruang sidang skripsi. Dimana, aku sama sekali tak
melihat mereka. Aku kembali kearah Ira dan Iza yang mulai berjalan ke Timur, karena
kelas kami ada di ujung Timur gedung lantai 2, sisi Selatan. Aku meminta
mereka, mengantarkanku ke Ruang Sidang Skripsi, Ira menolak, namun Iza mengerti
apa yang terjadi. Lalu Iza membantuku membujuk Ira untuk mengikuti kami. Akhirnya
mereka setuju, aku berjalan lebih dulu dari mereka, aku kembali menengok ke
belakang karena Iza dan Ira tak segera menyusulku. Ayolah, kalian lama sekali. Selesai
menengok, aku kembali lagi ke depan, berjalan ke arah Timur, lurus kedepan,
tepat di di depanku beberapa meter, aku melihat Pak Ari, sementara Tama sudah
mengarahkan pandangannya ke Timur. Sontak, aku kembali menengok kearah Ira, aku
kaget setengah mati.
“Haaaaaa, oh
tidak.” Teriakku ke Ira, sambil kurapikan jilbabku kembali.
“Apasih Ma?”
tanya Ira
Aku melihat kearah Iza, Iza langsung tahu apa yang terjadi
karena gerak-gerikku. Iza langsung melihat ke Timur, dan Iza mengenali Pak Ari.
Tangan Iza, memberi kode kepada Ira, dan Ira cepat mengerti. Aku belum juga
membalikkan tubuhku, lalu Ira menarik tanganku, dan menyeretku untuk segera
berjalan kearah Timur, aku melihat punggung Tama dan Pak Ari, ahh tidak, aku
melihat Tama melihatku. Aku, Iza dan Ira berjalan di belakang mereka, kami
semua membisu, aku jika Tama dan Pak Ari memperlambat langkah mereka, sementara
Iza dan Ira, menyalip langkah Pak Ari dan Tama, dan posisiku, tertinggal jauh di
belakang Iza dan Ira.
“Yaaaa, kenapa
aku ditinggal, hei….”
Iza hanya menoleh, Ira sama sekali tak menoleh, dan mereka
semakin mempercepat langkah mereka. Tama menengok ke belakang dan mengajakku
berbicara.
“Nggak ada kelas?”
tanya Tama
“Ada, 9.20”
jawabku.
“Kenapa berjalan
kesini?” imbuh Tama lagi.
“Kelasku ada
disana.” Jawabku sambil menunjukkan arah ruang kelasku.
“Ini siapa eh
Pak, kenal nggak?” tanya Tama kepada seseorang di sebelahnya.
“Iya, ini siapa
Pak?” jawab Pak Ari.
“Issshhh, kalian
ini, menyebalkan.” Jawabku sebal.
Aku ditemani dua pria ini berjalan ke kelasku yang ada di
ujung. Kami sengaja memperlambat langkah kami, bahkan sempat menghentikan
langkah kami, setelah kami menyadari bahwa ruang kelasku tinggal beberapa
langkah ke depan. Aku banyak berbicara dengan Tama, Pak Ari hanya menyimak,
namun terkadang mejawab pertanyaan dari Tama, terkadang pula menimpali
omonganku. Aku malu sekali, untuk pertama kalinya, aku dan Pak Ari, ahh
maksudku ada Tama juga, kami bertiga bercengkrama. Aku tahu apa yang ada di
pikiran Tama, terlihat dari senyumannya. Sementara Pak Ari, menurutku dia sibuk
dengan pikirannya, dan aku sibuk untuk menutupi rasa malu ku.
Tak terasa kami sampai di depan kelasku, dan tangga turun ke
bawah, tepat di depan kelasku. Disitulah kami bertiga berpisah, aku masuk ke
dalam kelas, Pak Ari dan Tama turun ke bawah. Aku keluar lagi dari kelas,
melihat langkah mereka menuruni tangga, dan berlari sedikit ke Timur, melihat
dari atas lobi lantai 2, langkah-langkah Pak Ari dan Tama yang semakin menjauh
dari pandanganku. Sempat sebentar Pak Ari melihat ke arah lantai 2, kupikir
dari bawah terdengar bullyan temanku yang mengarah padaku. Mereka tahu bahwa
tadi aku diantarkan oleh dua orang pria saat hendak ke dalam kelas. Sedikit kuumbar
senyumku mengiringi langkah Pak Ari yang semakin tak terlihat dari pelupuk
mata. Sementara Tama, sama sekali tak melihat ke atas, lalu mereka meninggalkanku,
namun kenangan singkat tadi, tertinggal dalam benakku.
Komentar
Posting Komentar