Pembicara Yang Baik Itu Pendengar Yang Baik Pula
B
|
eginilah
yang dapat saya lakukan sebagai seorang pendengar yang baik. Mungkin bisa
disebut sebagai pembicara yang sangat bawel, selalu mengoceh seperti burung
kenari. Namun tetap harus menjadi seorang pendengar yang baik juga. Saat kita
melakukan pembicaraan dengan orang lain setidaknya janganlah hanya apa yang
kita ingin sampaikan itu tersampaikan, namun juga tetap ada makna dan pesan
yang dapat kita petik dari pembicaraan tersebut. Begitu juga saat kita mungkin
sedang bertemu dengan orang yang baru kita kenal, kita harus tetap
menanggapinya dengan baik, karena sebuah pesan tersurat yang dapat dipetik dari
sebuah relasi adalah bukan hanya menjaga relasi yang sudah terjalin tersebut
dengan baik, namun juga mampu membuat sebuah relasi yang baru dengan sejuta
pengalaman menarik yang mungkin belum pernah kita temukan dari relasi lama yang
telah terjalin.
Seperti
rabu sore ini, ceritanya
saya sedang bertemu dengan orang yang bisa dibilang sudah sama-sama tahu nama
masing-masing namun belum pernah bercakap-cakap satu sama lain. Hanya sekedar
saling menyapa dan menebar senyum saja. Saya memposisikan diri agar pembicaraan
ini tidak kaku, karena sama sekali belum pernah kami diposisikan seperti ini.
Dia bertanya tentang sesuatu yang menjadi titipan kawannya dari daerah asalnya,
karena ceritanya saya juga menjadi seorang selling, katanya perbuatan yang kita
lakukan sekarang itu, seperti itu juga perbuatan yang akan kita terima kelak,
jadi sebisa mungkin kita harus selalu berbuat baik. Kemudian dilanjut dengan
pembicaraan yang menohok, “kok ga kuliah kamu?” Jlebbb ! Tapi saya ingat
sesuatu, disitulah letak motivasi saya jadi ya saya jawab dengan detail, jika
tahun ini mau mencoba lagi, “minta doanya ya!” . Kemudian pertanyaan menohok
lainnya, “Yakin masuk ga tapi?” ; “Lah nunggu apa, ga sekarang aja”. Harus
yakin dan tetap berusaha, intinya jawaban saya seperti itu, lalu membicarakan
jurusan apa yang harus saya ambil, dan pertanyaan nyentrik ini “Besok kalo pas
kuliah, ada yang ngelamar mau?”, sontak membuat saya menutup muka dengan
majalah yang kebetulan saat itu ada di depan saya. “Haaaaa…. Duh pertanyaannya
lo.” Dan kemudian kami tertawa. Obrolan selanjutnya berlanjut dengan suasana
hangat, tiba ketika saya menjadi seorang pendengar dan kemudian dia berhenti
berbicara, suasana jadi hening beberapa saat, aku merasakannya cukup lama,
tidak ada yang berbicara diantara kami, mau ngomong apa tidak tahu, tiba
saatnya saya punya ide untuk menanyakan pendapatnya tentang jurusan yang saya
pilih, namun disaat saya membuka mulu ingin berbicara, disitulah juga diwaktu
yang sama dia juga mulai berbicara lagi, mungkin karena saya grogi saya lalu
diam sambil menahan tawa, dan ternyata dia juga tertawa, satu momen kebetulan
yang sangat unik. Dari pembicaraan ini juga terdapat pesan dari cerita yang dia
sampaikan. Jangan mau sukses tetapi ada embel-embel di belakangnya, “ah dia
sukses karena dia, karena ini, itu.” Jangan mau merepotkan orang tua, yaah
sebuah pesan yang biasanya sudah melekat pada diri anak yang tau diri. Dan
sebuah kejujuran, dimana lawan bicara saya itu bilang, “Saya nggak ada duit
kalo di Bank, tapi kalau tanah banyak.” Luar biasa, seorang pemuda seperti dia
sudah bisa mengerti apa itu investasi kehidupan, karena memang benar harga
tanah itu sulit untuk turun, tapi selalu naik. Mungkin sebagian dari yang
membaca tulisan ringan saya ini menganggap orang tersebut sombong, tapi tidak
dengan saya, justru sebuah makna yang saya dapatkan. Bagaimana menerapkan pada
kehidupan nyata, apa yang pernah saya pelajari dalan pelajaran Akuntansi saat
saya sekolah dulu.
Dan pembicaraan kami terhenti saat
terdengar suara Adzan Isya, dan saya juga tahu sebagai muslim yang baik, pasti
lawan bicara saya itu tidak mau tertinggal Sholat Isya berjamaah. Begitulah
seharusanya kita memposisikan diri dalam sebuah pembicaraan, dapatkan sebuah
pesan jangan mau jika tujuannya hanya apa yang ingin kita bicarakan itu
tersampaikan.
Komentar
Posting Komentar